Total Pageviews

Monday 13 December 2010

STRUKTUR MASYARAKAT INDONESIA: MASYARAKAT MAJEMUK

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik.
1. Horizontal
Ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan social berdasarkan perbedaan suku-bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan.
2. Vertical
Strktur maysrakat Indonesia ditandai adanya perbedaan2 vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup dalam.

Perbedaan2 suku-bangsa, perbedaan2 agama, adat dan kedaerahan sering kali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Istilah masyarakat majemuk (plural societies) ini diperkenalkan oleh J.S. Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada zaman Hindia-Belanda. Plural societies yaitu suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain dalam kesatuan politik. Masyarakat Indonesia zaman Hindia Belanda tersebut adalah tipe masyarakat tropis dimana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras.


Orang Belanda yang minoritas adalah penguasa yang memerintah bagian amat besar orang-orang Indonesia pribumi yang menjadi warga Negara kelas tiga di negerinya sendiri. Golongan orang-orang Tionghoa, sebagai golongan terbesar diantara orang-orang timur asing lainnya, menempati kedudukan menengah di antara kedua golongan tersebut diatas.

Dalam kehidupan politik dan ekonomi, tanda yang jelas pada plural societies tersebut adalah tidak adanya kehendak bersama (common will). Orang-orang Belanda datang ke Indonesia untuk bekerja dan bukan untuk menetap. Mereka bertindak sebagai kapitalis atau majikan bagi buruh-buruh mereka di Indonesia. Orang-orang timur asing, seperti Tionghoa, juga datang tidak lebih karana motif ekonomi. Sementara bagi orang-orang Indonesia pribumi, kehidupan mereka tidak lebih dari kehidupan pelayan dinegeri sendiri.
Karena penggolongan masyarakat berdasarkan perbedaan ras, maka pola produksi pun terbagi atas perbedaan ras, dimana masing-masing ras memiliki fungsi produksi tersendiri. Orang-orang Belanda dalam bidang perkebunan, penduduk Indonesia pribumi dalam bidang pertanian dan orang-orang Tionghoa sebagai kelas pemasaran atau perantara diantara kedua ras tersebut.

Masyarakat Indonesia zaman itu merupakan masyarakat yang tumbuh diatas dasar kasta, tetapi tanpa ikatan agama. Orang-orang Belanda, Tionghoa dan Indonesia pribumi melalui agama, kebudayaan dan bahasa mereka masing-masing mempertahankan dan memelihara pola fikiran dan cara hidup masing-masing. Hasilnya adalah berupa masyarakat (Indonesia) yang secara keseluruhan tidak memiliki kehendak bersama.
Jika di dalam setiap masyarakat selalu terjadi konflik kepentingan, misalnya antara desa dan kota, antara kaum modal dan kaum buruh, maka pada masyarakat majemuk konflik kepentingan tersebut menjadi lebih tajam lagi, terutama karena adanya perbedaan kepentingan ekonomi,social, politik berdasarkan perbedaan ras.

Akan tetapi sejak Indonesia memperoleh kemerdekaan pada tanggl 17 Agustus 1945, golongan Eropa yang sebelumnya menduduki kedudukan yang sangat penting di dalam masyarakat Indonesia kemudian terlempar di lura system social kemasyarakatan Indonesia. Sejak itu pluralitas yang terjadi terutama di dalam internal orang Indonesia pribumi mengalami perubahan yang sangat signifikan.

Apabila perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama dan regional merupakan dimensi-dimensi horizontal daripada struktur masyarakat Indonesia, maka dimensi vertical struktur masyarakat Indonesia adalah tumbuhnya polarisasi social berdasarkan kekuatan politik dan ekonomi. Kontras antara masyarakat atas dan bawah menjadi lebih lebar. Apabila masyarakat atas diisi oleh oleh sedikit orang yang relatif menguasai ekonomi (memiliki kekayaan) dan posisi politis yang baik, maka lapisan bawah diisi oleh sejumlah besar orang dengan posisi ekonomi dan politis yang lemah. Tumbuhnya ketimpangan tersebut berakar dari struktur ekonomi Indonesia pada zaman Hindia Belanda yang digambarkan sebagai “dual economy”.

Dalam struktur ekonomi demikian, dua macam sector ekonomi yang berbeda watak berhadapan satu sama lain. Sektor pertama berupa struktur ekonomi modern yang secara komersial bersifat lebih canggih (sophisticated), bersentuhan dengan lalu lintas perdagangan Internasional yang didorong oleh motif2 memeproleh keuntungan maksimal (yang sebelumnya dikuasai oleh orang-orang Eropa dan Tionghoa) serta berpusat di kota-kota metropolitan. Sementara yang kedua berupa struktur ekonomi pedesaan yang bersifat tradisional yang menurut teori ekonomi modern berorientasi pada sikap-sikap konservatif, didorong oleh motif2 memeilihara keamanan dan kelanggengan system yang ada, tidak berminat pada usaha2 memperoleh keuntungan dan penggunaan sumber2 secara maksimal, dan lebih berorientasi pada memenuhi kepuasan dan kepentingan social daripada rangsangan kekuatan Internasional.

No comments:

Post a Comment